Senjaku senja di bulan juni
Senja ..senja..senja..senja dimana senja , Aku tak melihatnya ? hemmmmm di musim
penghujan seperti ini senja tak mau
menampakan dirinya.aku
sangat merindukannya. saat setelah menanti senja di sore hari yang gelap
setelah turun hujan , aku mendapati
pesan dari ponselku yang sengaja ku tinggal dikamar sebelum menuju pantai untuk
menemui senja yang sedang tertidur pulas di balik awan yang hitam
.”
Bagai mana kabarmu?” isi pesan itu saat kubuka . setelah ku teliti siapa pengirinmya
, ternyata Yesi sahabat ku sejak kecil. sudah lama aku tak menyapanya .
“Alhmdulillah kabar baik” jawabku sederhana
“Bagaimana keadaanmu disana?” tanyaku kembali.
Semenjak lulus SMA aku tak bertemu dengannya. Yesi melanjutkan kuliahnya di ibu
kota, kota metro politan begitulah
masyarakat menyebutnya sedangkan aku
melanjutkan kuliah di tanah kelahiranku di mana aku dan Yesi bertemu dan
dilahirkan, keadaan memisahkan kami, jarak memang memisahkan kita namun hati
dan rindu tak pernah padam untuknya .
kita bersahabat sejak SD hingga SMA. Manis
pahit kehidupan kita jalani bersama.
Tak
disangka-sangka ternyata Yesi memberi ku kejutan 2 jam setelah ia mengirim
pesan perihal kabar. Dia pulang tanpa memberiku kabar terlebih dahulu. Sungguh
menyenangkan banyak cerita yang kami
perbincangkan setelah kurang lebih dari tiga tahun tak berjumpa aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak
sangat mengesankan. Namun dibalik kebahagiaan yang terpancar ada beberapa hal
yang membuatku kecewa. Jilbabnya
terlepas rambutnya terurai seperti model-model dalam iklan yang sedang memerkan
produk-produknya. Apa yang telah terjadi padanya mengapa? dengan nada rendah
dan halus ku katakana padanya “Sepertinya ada yang hilang pada dirimu” sangat
hati-hati ku berkata agar ia tak tersinggung
oleh perkataanku, Sambil menatap dan mencari-cari apa yang hilang
“hmmmmm oya aku baru menyadarinya , dimana
kain penutup auratmu. aku tak melihatnya”?.
Yesi asik memainkan rambutnya lalu terdiam sejenak , aku
terus menatapnya dan mencari jawaban atas rasa kekecewaanku padanya
“ ada di koper “ jawab singkatnya .
belum sempat mengajukan pertanyaan berikutnya
Yesi memotong dengan beberapa kalimat
“besok pagi aku pulang kerumah, bolehkah aku menginap di sini hanya satu
malam saja , aku masih ingin melepaskan
rindu denganmu”? aku menggangguk dan tersenyum .
***
Hujan
dibalik tirai jendela berwarna jingga, seperti sedang bernyanyi. Ku rasa tidak,
hujan dibalik tirai jendelai berwarna jingga itu sedang menari kesana kemari
untuk mendatangkan pelangi.
“Menurutmu
apa yang kau pikirkan tentang hujan?” Tanya yesi apadaku saat sedang memandang
rintik hujan di balik jendela kamar. Ku hela nafas seketika “hujan? Hemmmmmm”
aku berpikir keras apa yang sedang ku pikirkan tentang hujan, sepertinya aku
tak memikirkan tentang hujan tapi aku sedang memikirkan tentang kekecewaanku padanya
namun tidak ku tunjukan rasa kekecewaan itu.
”
Hey mengapa melamun” tegurnya
“sepertinya adayang kau pikirkan tentang hujan,
kau menatapnya begitu dalam.hingga aku tak kau hiraukan” gumamnya
“Oh
maaf, aku tidak bermaksud untuk mengacuhkanmu dan tidak ada yang ku pikirkan
tentang hujan. aku hanya merindukan senja “
“senjamu
menghilang?” Yesi menghampiri dan memeluk ku dari belakang
“Dia
tidak hilang, tapi sedang tertidur pulas” jawabku mengelak
Allahu
akbar…allahu akbar …seruan adzan seketika menghentikan perbincangan kami di sore itu. Aku berbegas mengambil air wudlu dan mengambil
posisi menghadap arah kiblat untuk bersujud. Tak seperti biasanya Yesi hanya
terdiam dan membaringkan tubuhnya diranjang lalu menutup matanya, biasanya di
selalu mengajak ku untuk sholat berjamaah.
“kamu
tidak sholat?” tanyaku sebelum memulai takbir
“aku
sedang berhalangan sholat” serunya dengan nada malas.
***
Setiap
malam aku selalu memikirkan Yesi, ku rasa begitu banyak perubahan dalam dirinya
Why? Tanda Tanya besar dalam benak dan pikiranku. Aqidahnya mulai goyah yah
kurasa seperti itu.
Suatu
hari aku dan Yesi pergi mengahdiri pesta pernikahan rekan SMP kami. Sungguh mencengangkan Yesi berbusana
mini. Di sepanjang jalan menuju rumah
mempelai hatiku semakin dibuat tak menentu olehnya. Di setiap kaki kami
melangkah tatapan orang-orang di sekitar begitu mengkhawatirkan.
“Kamu
lihat chi orang-orang melihat dan melirikmu sungguh tajam , itu karena rok dan
baju mu terlalu pendek ” Echi panggilan Yesi sejak kecil, aku mencoba
memprotesnya
“
Jihan baju yang aku pakai ini Tren masa kini, banyak yang memakainya “
“Tren?
Tapi ini bukan kota seperti tempat tinggal barumu disana ini kampung. dan kamu
bukan anak kecil lagi . kamu tahu yang pantas memakai baju seperti ini adalah
balita yang berumur satu dua dan tiga tahun .
Suasanapun
hening seketika Yesi terdiam, lalu kami melanjutkan perjalannan.
“Maafkan
aku jihan “ kata maafnya memecahkan keheningan
“aku
tak nyaman dan aku tak ingin kau memakainya lagi” pintaku padanya
Ibu
kota metro politan sudah menghipnotisnya secara drastis. Pergaulanya sudah
betul-butul merusak aqidah apakah dunia sekejam itu? Hatiku benar-benar menangis
Yesi
memang pekerja keras ku akui itu. Apapun keinginannya ia harus mendapatkannya.
Ia banyak mengajariku tentang perjuangan dan tentang kerja keras baginya tak
ada hasil jika tak kerja keras tak ada sesuap nasi jika tak ada kerja keras.
Memang sejak kecil seperti itu tak pernah merengek ingin dibelikan seseuatu
oleh orang tuanya. Tak pernah merengek ingin ini itu hingga setelah lulus SMA
ia mendapat beasiswa hasil usahanya sendiri namun sayang sekali ia telah melupakan Tuhannya.
“Baru
kali ini aku meliahatmu menangis” ungkapku terkejut
“Ada
beberapa masalah yang harus ku hadipi sendiri” Yesi tersedu-sedu
“Ini
sudah masuk waktu dzuhur , sholatlah agar lebih tenang ceritakan semuanya apada
Allah. Kita punya Allah “
“Aku
sedang tidak ingin sholat” ungkapnya tanpa merasa bersalah
Seperti
tersambar petir saat Yesi mengatakan itu. Aku benar tak percaya. Air mataku
terjatuh, seluruh tubuhku melemas.
“Kau
sadar apa yang telah kau ucapkan” sedikit menegaskan
“Allah
pasti tahu apa yang sedang terjadi padaku, Allah juga pasti memaklumi ku jika
aku tidak sholat”
“Astagfirulloh,
kamu mendapat pemahaman seperti itu dari mana dan siapa yang telah
mengajarkanmu seperti itu?”
Perdebatanpun
tak dapat dihindari lagi. Yesi tetap pada pendiriannya yang ia anggap itu adalah
solusi yang paling tepat.
***
Senja
mulai menampakandirinya kembali ,dengan deburan ombak dan angin yang
meliuk-liuk ku nikmati jingga yang membawa kedamaian. Sunnguh Agung karuniamu
Ya Robb.
Apa
perbedaanmu dengan jingga? Samar-samar
seperti berkilau
Sepertinya
jingga tak pernah dusta pada senja ia selalu setia
Senja
tersenyum jinggapun tersenyum.
Aku
tak ingin melihat senja menagis , jinggapun sama .
Tapi
aku tak pernah melihat senja menangis.
Karena
jingga tak pernah membiarkan senja menangis.
Disetiap
sujud ku terpapar do’a-do’a untuknya agar ia bisa kembali kejalan-Mu. Ku hela
nafas panjang, ku pejamkan mata angin sepoi-sepoi mengahampiri ku seakan ingin
mengenalku lebih jauh. Dan selalu terngiang ditelingaku ucapan-ucapan Yesi yang
membuat tersungkur terjatuh dan tenggelam dilautan kekecewaan dan aku masih
ingat saat Yesi duduk di sampingku menatap senja lalu mengitung deburan-deburan
ombak yang menghantam karang. Sungguh indah bukan saat mengingat
kenangan-kenangan beberapa tahun silam.
Aku
sahabatnya dan apapun yang terjadinya padanya aku berhak atasnya. Dan ini sudah
menjadi tanggung jawabku. Aku mencoba kembali menghubunginya setelah beberapa
hari aku menghilang dan merenung memikirkan apa yang harus aku lalukan untuk
kembali berubahnya. Ini memang menyulitkan bagiku namun aku tidak ingin tinggal diam. Yesi
telah kembali pada rutinitasnya, kembali pada kota yang begitu padat
penduduknya.
“Sudah
sholatkah” tanyaku dengan perlahan.
“Maaf
Jihan aku sedang sibuk “ jawaban Yesi saatku ingatkan untuk sholat.
“Tapi
ini kewajiban kita” bantahku
“Pekerjaanku
Tidak bisa ditinggalkan”
“Tapi
ini kewajiban kita sebagai seorang muslim” aku terus mendesaknya
“ini
urusanku dengan Tuhan, jadi jangan
pernah kau campuri” nadanya sedikit meninggi.
“Jelas
ini urusank, aku sahabatmu aku berhak atas ini”
“Oke
, aku ucapkan terima kasih atas
perhatianmu “
“Yesi
sahabatku, sehebat apapun dirimu jika tidak sholat itu percuma “
“Iya
aku mengerti , terima kasih hari ini aku sedang pusing dengan pekerjaanku dan
sekarang bertambah dua kali lipat saat mendengar ceramah darimu, begini saja
jika kamu terganggu dengan kesibuk kan ku kamu berhak pergi dan tidak menjadi
sahabatku lagi.
“Dimana
keyakinanmu tentang Tuhan jika kamu tidak sholat?”
“Sudah
ku katakana ini tentang keyakinanku dan ini urusanku dengan Tuhan”
“Kita
muslim , kewajiban seorang muslim itu sholat, dan yang membedakan antara muslim
dan bukan muslim itu sholat. Jika kita tidak sholat dan meninggalkan sholat
dengan sengaja mau dinamakan apa kita?”
“Oke,
stop Jihan jangan membuat ku marah. Aku mengerti tapi kita masing-masing saja
urus urusanmu. Aku tidak bisa sholat karena pekerjaanku tidak bisa
ditinggalkan”
“aku
ingin kamu sholat bukan marah. kamu bukan tidak bisa sholat tapi tidak mau
sholat” Yesi terdiam
“Aku
akan tetap menjadi sahabtmu dan selalu mengingatkanmu akan pentingnya mengingat
Tuhan sampai aku dapat melihatmu kembali bersujud kepadaNya”
Tuuuuut….tuuuuuut…….tuuuuuuut
Yesi mematikan teleponku.
Astagfirullah
beberapa kali aku mengucapkan kalimat istigfar. Air mataku menetes tak ayalnya seperti rintik hujan yang
membasahi dedaunan. Ku angkat kedua tanganku setelah sujud dihamparan sajadah
yang ku bentangkan untuk memuja-Nya lalu ku panjatkan do’a yang diiringi air
mata kesedihan “Ampunilah kami Ya Rabb”
“berikan
yang terbaik untuk kami, dan kembalikan dia kejalan yang benar dan jangan butakan hatinya“ aaaaamiiiiin.
Sekedar
berbincang-bincang dengan angin malam tentang keraguan yang singgah pada hati.
Hati yang ku anggap telah mati. Tak ada rasa didalamnya, gelap suram seperti
tak ada kehidupan
Apakah
hatinya telah buta dan mati, hingga ia berdusta pada Sang Pencipta?
Dunia
memang kejam.
***
2
bulan kemudian
Oya
aku baru ingat ini adalah bulan juni di mana senja benar-benar menampakkan
dirinya. Senja kembali namun Yesi menghilang seperti ditelan bumi mungkin
karena ia lelah mendengar nasehat-nasehat dariku . Aku benar-benar tak mengerti
tapi aku yakin sahabatku pasti akan kembali.
Masih seperti biasa pantai adalah tempat
favoritku untuk menikmati senja, senja dibulan juni memang indah tak seperti
senja di bulan-bulan lainnya. Karena bulan ini adalah bulan kelahiranku dan Yesi.
Kita dilahirkan dibulan dan tanggal yang sama. Dan ini yang ku rindukan senja
di bulan juni. Hembusan ombak dan angin terasa berbeda, jingga yang indah
terlihat begitu sempurna. Ku lantunkan surah AR-RAHMAN untuk melengkapi
kesempurnaan-Nya dan air mataku kembali menetes hati ini bergetar saatku sapa
ayat-ayat Nya ku renungi di setiap arti dari ayat-ayat yang ku bacakan.
Hari ini aku menikmati senja dibulan juni
seorang diri tanpa Yesi. Ku sampaikan rinduku lewat angin senja semoga dirimu
merasakan hembusan kerinduan yang ku kirimkan lewat semilir angin-angin senja.
“Jihan”
seseorang memanggilku.
Aku menoleh kebelang untuk mencari tau
siapakah dia yang memnaggilku. Ku lihat seoarang wanita memakai baju serba
putih. Dia mendekati ku, sepertinya ku kenal dengan wajah itu.
“Yesi?”
tidak salah lagi wanita yang memakai baju seba putih itu , adalah Yesi
“Kau
masih mengingatku?” tanyanya sambil tersenyum manis dan senyuman manis itu baru
kali ini ku lihat. Ku balas senyuman itu dengan senyuman yang ku puny. Dia memeluk ku begitu erat
“Maafkan
aku Jihan, aku menyesal”
Ku
usap air mata yang membasahi pipinya “sudah jangan menangis, aku tak ingin
melihatmu menangis”
Dia
duduk sampingku dan bersandar di pundak
ku
“aku
benar-benar menyesal, aku minta maaf aku memang bodoh”
“Maaf?
Untuk apa kau minta maaf padaku , kau tidak pnya salah padaku. Minta maaflah
pada Allah “
“Dua
bulan terakhir aku merenung meresapi semua nasehat-nasehat mu. Maafkan aku, aku
menghilang darimu “ ungkapnya dengan penuh sesal
“Tak apa, aku senang mendengarnya Alhamdulillah
ternyata hatimu belum benar-benar tertutup “
Hembusan-hembusan
angin senja di sore itu begitu menusuk. Kerinduanpun saling memadu. Canda
tawapun tercipta setelah beberapa waktu lalu sempat hening seperti ruang kosong
yang hampa hanya ada udara didalamnya .
“
Oya untuk apa kamu datang kemari?” candaanku pada Yesi yang sedang asik
bersandar di pundak ku menatap senja dan deburan ombak yang menhantam karang.
“Untuk
menikmati senja dibualanku, sudah lama sekali aku tak melihat senja karena aku
terlalu sibuk dengan duniaku” jabwanya dengan terus menatap senja di atas
deburan ombak.
“Hanya
itu?” Tanyaku kembali
“
Ya menikmati senja bersamamu, aku rindu itu. Sungguh romantis bukan ?“
ungkapnya meyakinkanku
Memang
sangat romantis dua orang sahabat duduk bersama lalu bercita tentang duka dan
bahagia. Moment seperti ini yang sebenarnya ku tunggu-tunggu.
“Dibulan
juni ini hadiah apa yang kau pinta dari
ku?” Yesi mengajukan pertanyaan
Aku
terdiam menatapnya lalu dia mengenggam tanganku begitui erat.
“Aku
tak ingin hadiah mewah darimu, aku hanya ingin mlihatmu bersujud diatas sajadah
dan aku tak ingin melihat rambutmu terurai sehingga semua orang dapat melihatnya”
“
Baiklah akan ku penuhi keinginannmu” katanya dengan tersenyum penuh keikhlasan.
“lalu
apa permintaanmu padaku” aku balik bertanya
“aku
hanya ingin sholat berjamaah denganmu. Kau masih ingat itu? Dulu kita selalu
sholat bersama dan aku ingin hari ini kau menjadi imam dalam sholatku untuk
hari ini saja sebelum aku kembali ke tempat yang sebenarnya akan ku singgahi.
“Mengapa
untuk hari saja?” tanyaku penasaran
Yesi
kembali memalingkan wajahnya dan tersenyum tanpa menjawab pertanyaanku.
“Lalu
maukan kamu menjadi imam sholat ku hanya untuk hari ini saja?” tanyaku kembali
padanya
“Tidak
Jihan, aku tidak siap” ungkapnya tanpa menatap ku.
Do’a
memang penguat segala permaslahan, tanpa do’a semua hampa. Allah tidak pernah
tidur dan Allah tidak pernah lengah.
***
Saat
suasana sedang hening setelah kepulangan Yesi. Tiba –tiba aku mendapat telepon
dari salah satu rumah sakit yang menyatakan bahwa pasien yang bernama Yesi
Hamdani aulia memgalami kecelakaan. Bis yang di timpanginya musuk kedalam
jurang.
Sungguh
tak percaya dua jam lalu Yesi masih disini bersama ku. Dia memeluk ku sehabis
sholat berjaamah dan pamit pulang.
Disepanjang
perjalanan menuju rumah sakit tak henti-hentinya aku menangis. Terasa sesak
dada ini. Setelah sampai suster mengantarku keruangan dimana Yesi terkujur
kaku. Ku hampiri dia perlahan tubuh dan wajahnya sudah tertutup kain
putih, Dengan histeris aku membukanya. Aku
pikir dokter dan suster salah membawaku kekamar jenazah. Aku yakin Yesi masih
hidup. Sekuat tenaga aku memprotesnya bahwa ini bukan Yesi. Namun dokter tetap
mengatakan bahwa ini adalah Yesi lalu ku pandangi baik-baik wajahnya yang penuh
dengan luka dan ku santuh tangan yang berlumuran darah, kurasakan sentuhannya
ia memakai pakian serba putih. Ya akhirnya kuakui ini benar Yesi innalillahi
wainnailaihiroji’un aku sangat terpukul. Kepergiannya tepat dibulan juni dan
dibulan junilah aku terakhir melihatnya.
Selamat tinggal
Senjaku mulai meredup
Jinggaku terbawa rintik hujan
Yang mengalir membasahi
bunga-bunga
Semesta .
Jinggaku memudar tersapu angin
yang
Berhembus hingga menusuk pada
celah-celah
Kerinduanku.
Ia menyapaku pada setiap
hembusannya hanya untuk
Mengatakan pada semesta :
Selamat tinggal senja , selamat
tinggal jingga..