Sabtu, 13 September 2014

cerpen Senjaku senja di bulan juni



Senjaku senja di bulan juni


Senja ..senja..senja..senja  dimana senja ,  Aku tak melihatnya ? hemmmmm di musim penghujan seperti ini  senja tak mau menampakan dirinya.aku sangat merindukannya. saat setelah menanti senja di sore hari yang gelap setelah turun hujan ,  aku mendapati pesan dari ponselku yang sengaja ku tinggal dikamar sebelum menuju pantai untuk menemui senja yang sedang tertidur pulas di balik awan yang hitam
.” Bagai mana kabarmu?” isi pesan itu saat kubuka . setelah ku teliti siapa pengirinmya ,  ternyata Yesi  sahabat ku sejak kecil.  sudah lama aku tak menyapanya .
 “Alhmdulillah kabar baik” jawabku sederhana
 “Bagaimana keadaanmu disana?” tanyaku kembali. Semenjak lulus SMA aku tak bertemu dengannya. Yesi melanjutkan kuliahnya di ibu kota,  kota metro politan begitulah masyarakat  menyebutnya sedangkan aku melanjutkan kuliah di tanah kelahiranku di mana aku dan Yesi bertemu dan dilahirkan, keadaan memisahkan kami, jarak memang memisahkan kita namun hati dan rindu tak pernah  padam untuknya . kita bersahabat sejak SD hingga SMA.  Manis pahit kehidupan kita jalani bersama.
Tak disangka-sangka ternyata Yesi memberi ku kejutan 2 jam setelah ia mengirim pesan perihal kabar. Dia pulang tanpa memberiku kabar terlebih dahulu. Sungguh menyenangkan  banyak cerita yang kami perbincangkan setelah kurang lebih dari tiga tahun tak berjumpa aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak sangat mengesankan. Namun dibalik kebahagiaan yang terpancar ada beberapa hal yang membuatku kecewa.  Jilbabnya terlepas rambutnya terurai seperti model-model dalam iklan yang sedang memerkan produk-produknya. Apa yang telah terjadi padanya mengapa? dengan nada rendah dan halus ku katakana padanya “Sepertinya ada yang hilang pada dirimu” sangat hati-hati ku berkata agar ia tak tersinggung  oleh perkataanku, Sambil menatap dan mencari-cari apa yang hilang
 “hmmmmm oya aku baru menyadarinya , dimana kain penutup auratmu. aku tak melihatnya”?.
 Yesi asik  memainkan rambutnya lalu terdiam sejenak , aku terus menatapnya dan mencari jawaban atas rasa kekecewaanku padanya
 “ ada di koper “ jawab singkatnya .
 belum sempat mengajukan pertanyaan berikutnya Yesi memotong dengan beberapa kalimat  “besok pagi aku pulang kerumah, bolehkah aku menginap di sini hanya satu malam saja , aku masih  ingin melepaskan rindu denganmu”? aku menggangguk dan tersenyum .
                                
                                                                         ***

Hujan dibalik tirai jendela berwarna jingga, seperti sedang bernyanyi. Ku rasa tidak, hujan dibalik tirai jendelai berwarna jingga itu sedang menari kesana kemari untuk mendatangkan pelangi.
“Menurutmu apa yang kau pikirkan tentang hujan?” Tanya yesi apadaku saat sedang memandang rintik hujan di balik jendela kamar. Ku hela nafas seketika “hujan? Hemmmmmm” aku berpikir keras apa yang sedang ku pikirkan tentang hujan, sepertinya aku tak memikirkan tentang hujan tapi aku sedang memikirkan tentang kekecewaanku padanya namun tidak ku tunjukan rasa kekecewaan itu.
” Hey mengapa melamun” tegurnya
 “sepertinya adayang kau pikirkan tentang hujan, kau menatapnya begitu dalam.hingga aku tak kau hiraukan” gumamnya
“Oh maaf, aku tidak bermaksud untuk mengacuhkanmu dan tidak ada yang ku pikirkan tentang hujan. aku hanya merindukan senja “
“senjamu menghilang?” Yesi menghampiri dan memeluk ku dari belakang
“Dia tidak hilang, tapi sedang tertidur pulas” jawabku mengelak
Allahu akbar…allahu akbar …seruan adzan seketika menghentikan perbincangan kami  di sore itu.  Aku berbegas mengambil air wudlu dan mengambil posisi menghadap arah kiblat untuk bersujud. Tak seperti biasanya Yesi hanya terdiam dan membaringkan tubuhnya diranjang lalu menutup matanya, biasanya di selalu mengajak ku untuk sholat berjamaah.
“kamu tidak sholat?” tanyaku sebelum memulai takbir
“aku sedang berhalangan sholat” serunya dengan nada malas.

       
                                                                                     ***

Setiap malam aku selalu memikirkan Yesi, ku rasa begitu banyak perubahan dalam dirinya Why? Tanda Tanya besar dalam benak dan pikiranku. Aqidahnya mulai goyah yah kurasa seperti itu.
Suatu hari aku dan Yesi pergi mengahdiri pesta pernikahan rekan  SMP kami. Sungguh mencengangkan Yesi berbusana mini. Di sepanjang jalan  menuju rumah mempelai hatiku semakin dibuat tak menentu olehnya. Di setiap kaki kami melangkah tatapan orang-orang di sekitar begitu mengkhawatirkan.
“Kamu lihat chi orang-orang melihat dan melirikmu sungguh tajam , itu karena rok dan baju mu terlalu pendek ” Echi panggilan Yesi sejak kecil, aku mencoba memprotesnya
“ Jihan baju yang aku pakai ini Tren masa kini, banyak yang memakainya “
“Tren? Tapi ini bukan kota seperti tempat tinggal barumu disana ini kampung. dan kamu bukan anak kecil lagi . kamu tahu yang pantas memakai baju seperti ini adalah balita yang berumur satu dua dan tiga tahun .
Suasanapun hening seketika Yesi terdiam, lalu kami melanjutkan perjalannan.
“Maafkan aku jihan “ kata maafnya memecahkan keheningan
“aku tak nyaman dan aku tak ingin kau memakainya lagi” pintaku padanya
Ibu kota metro politan sudah menghipnotisnya secara drastis. Pergaulanya sudah betul-butul merusak aqidah apakah dunia sekejam itu? Hatiku benar-benar menangis
Yesi memang pekerja keras ku akui itu. Apapun keinginannya ia harus mendapatkannya. Ia banyak mengajariku tentang perjuangan dan tentang kerja keras baginya tak ada hasil jika tak kerja keras tak ada sesuap nasi jika tak ada kerja keras. Memang sejak kecil seperti itu tak pernah merengek ingin dibelikan seseuatu oleh orang tuanya. Tak pernah merengek ingin ini itu hingga setelah lulus SMA ia mendapat beasiswa hasil usahanya sendiri namun sayang sekali ia telah  melupakan Tuhannya.
“Baru kali ini aku meliahatmu menangis” ungkapku terkejut
“Ada beberapa masalah yang harus ku hadipi sendiri” Yesi tersedu-sedu
“Ini sudah masuk waktu dzuhur , sholatlah agar lebih tenang ceritakan semuanya apada Allah. Kita punya Allah “
“Aku sedang tidak ingin sholat” ungkapnya tanpa merasa bersalah
Seperti tersambar petir saat Yesi mengatakan  itu. Aku benar tak percaya. Air mataku terjatuh, seluruh tubuhku melemas.
“Kau sadar apa yang telah kau ucapkan” sedikit menegaskan
“Allah pasti tahu apa yang sedang terjadi padaku, Allah juga pasti memaklumi ku jika aku tidak sholat”
“Astagfirulloh, kamu mendapat pemahaman seperti itu dari mana dan siapa yang telah mengajarkanmu seperti itu?”
Perdebatanpun tak dapat dihindari lagi. Yesi tetap pada pendiriannya yang ia anggap itu adalah solusi yang paling tepat.


                                                                         ***

Senja mulai menampakandirinya kembali ,dengan deburan ombak dan angin yang meliuk-liuk ku nikmati jingga yang membawa kedamaian. Sunnguh Agung karuniamu Ya Robb.

Apa perbedaanmu dengan jingga? Samar-samar  seperti berkilau
Sepertinya jingga tak pernah dusta pada senja ia selalu setia
Senja tersenyum jinggapun tersenyum.
Aku tak ingin melihat senja menagis , jinggapun sama .
Tapi aku tak pernah melihat senja menangis.
Karena jingga tak pernah membiarkan senja menangis.
Disetiap sujud ku terpapar do’a-do’a untuknya agar ia bisa kembali kejalan-Mu. Ku hela nafas panjang, ku pejamkan mata angin sepoi-sepoi mengahampiri ku seakan ingin mengenalku lebih jauh. Dan selalu terngiang ditelingaku ucapan-ucapan Yesi yang membuat tersungkur terjatuh dan tenggelam dilautan kekecewaan dan aku masih ingat saat Yesi duduk di sampingku menatap senja lalu mengitung deburan-deburan ombak yang menghantam karang. Sungguh indah bukan saat mengingat kenangan-kenangan beberapa tahun silam.
Aku sahabatnya dan apapun yang terjadinya padanya aku berhak atasnya. Dan ini sudah menjadi tanggung jawabku. Aku mencoba kembali menghubunginya setelah beberapa hari aku menghilang dan merenung memikirkan apa yang harus aku lalukan untuk kembali berubahnya. Ini memang menyulitkan bagiku  namun aku tidak ingin tinggal diam. Yesi telah kembali pada rutinitasnya, kembali pada kota yang begitu padat penduduknya.
“Sudah sholatkah” tanyaku dengan perlahan.
“Maaf Jihan aku sedang sibuk “ jawaban Yesi saatku ingatkan untuk sholat.
“Tapi ini kewajiban kita” bantahku
“Pekerjaanku Tidak bisa ditinggalkan”
“Tapi ini kewajiban kita sebagai seorang muslim” aku terus mendesaknya
“ini urusanku dengan Tuhan,  jadi jangan pernah kau campuri” nadanya sedikit meninggi.
“Jelas ini urusank, aku sahabatmu aku berhak atas ini”
“Oke , aku ucapkan terima kasih  atas perhatianmu “
“Yesi sahabatku, sehebat apapun dirimu jika tidak sholat itu percuma “
“Iya aku mengerti , terima kasih hari ini aku sedang pusing dengan pekerjaanku dan sekarang bertambah dua kali lipat saat mendengar ceramah darimu, begini saja jika kamu terganggu dengan kesibuk kan ku kamu berhak pergi dan tidak menjadi sahabatku lagi.
“Dimana keyakinanmu tentang Tuhan jika kamu tidak sholat?”
“Sudah ku katakana ini tentang keyakinanku dan ini urusanku dengan Tuhan”
“Kita muslim , kewajiban seorang muslim itu sholat, dan yang membedakan antara muslim dan bukan muslim itu sholat. Jika kita tidak sholat dan meninggalkan sholat dengan sengaja mau dinamakan apa kita?”
“Oke, stop Jihan jangan membuat ku marah. Aku mengerti tapi kita masing-masing saja urus urusanmu. Aku tidak bisa sholat karena pekerjaanku tidak bisa ditinggalkan”
“aku ingin kamu sholat bukan marah. kamu bukan tidak bisa sholat tapi tidak mau sholat” Yesi terdiam
“Aku akan tetap menjadi sahabtmu dan selalu mengingatkanmu akan pentingnya mengingat Tuhan sampai aku dapat melihatmu kembali bersujud  kepadaNya”
Tuuuuut….tuuuuuut…….tuuuuuuut Yesi mematikan teleponku.
Astagfirullah beberapa kali aku mengucapkan kalimat istigfar. Air mataku  menetes tak ayalnya seperti rintik hujan yang membasahi dedaunan. Ku angkat kedua tanganku setelah sujud dihamparan sajadah yang ku bentangkan untuk memuja-Nya lalu ku panjatkan do’a yang diiringi air mata kesedihan “Ampunilah kami Ya Rabb”
“berikan yang terbaik untuk kami, dan kembalikan dia kejalan yang benar  dan jangan butakan hatinya“ aaaaamiiiiin.
Sekedar berbincang-bincang dengan angin malam tentang keraguan yang singgah pada hati. Hati yang ku anggap telah mati. Tak ada rasa didalamnya, gelap suram seperti tak ada kehidupan
Apakah hatinya telah buta dan mati, hingga ia berdusta pada Sang Pencipta?
Dunia memang kejam.



                                                                           ***

2 bulan kemudian
Oya aku baru ingat ini adalah bulan juni di mana senja benar-benar menampakkan dirinya. Senja kembali namun Yesi menghilang seperti ditelan bumi mungkin karena ia lelah mendengar nasehat-nasehat dariku . Aku benar-benar tak mengerti tapi aku yakin sahabatku pasti akan kembali.
 Masih seperti biasa pantai adalah tempat favoritku untuk menikmati senja, senja dibulan juni memang indah tak seperti senja di bulan-bulan lainnya. Karena bulan ini adalah bulan kelahiranku dan Yesi. Kita dilahirkan dibulan dan tanggal yang sama. Dan ini yang ku rindukan senja di bulan juni. Hembusan ombak dan angin terasa berbeda, jingga yang indah terlihat begitu sempurna. Ku lantunkan surah AR-RAHMAN untuk melengkapi kesempurnaan-Nya dan air mataku kembali menetes hati ini bergetar saatku sapa ayat-ayat Nya ku renungi di setiap arti dari ayat-ayat yang ku bacakan.
 Hari ini aku menikmati senja dibulan juni seorang diri tanpa Yesi. Ku sampaikan rinduku lewat angin senja semoga dirimu merasakan hembusan kerinduan yang ku kirimkan lewat semilir angin-angin senja.
“Jihan” seseorang memanggilku.
 Aku menoleh kebelang untuk mencari tau siapakah dia yang memnaggilku. Ku lihat seoarang wanita memakai baju serba putih. Dia mendekati ku, sepertinya ku kenal dengan wajah itu.
“Yesi?” tidak salah lagi wanita yang memakai baju seba putih itu , adalah Yesi
“Kau masih mengingatku?” tanyanya sambil tersenyum manis dan senyuman manis itu baru kali ini ku lihat. Ku balas senyuman itu dengan senyuman yang ku puny.  Dia memeluk ku begitu erat
“Maafkan aku Jihan, aku menyesal”
Ku usap air mata yang membasahi pipinya “sudah jangan menangis, aku tak ingin melihatmu menangis”
Dia duduk sampingku dan  bersandar di pundak ku
“aku benar-benar menyesal, aku minta maaf aku memang bodoh”
“Maaf? Untuk apa kau minta maaf padaku , kau tidak pnya salah padaku. Minta maaflah pada Allah “
“Dua bulan terakhir aku merenung meresapi semua nasehat-nasehat mu. Maafkan aku, aku menghilang darimu “ ungkapnya dengan penuh sesal
“Tak  apa, aku senang mendengarnya Alhamdulillah ternyata hatimu belum benar-benar tertutup “
Hembusan-hembusan angin senja di sore itu begitu menusuk. Kerinduanpun saling memadu. Canda tawapun tercipta setelah beberapa waktu lalu sempat hening seperti ruang kosong yang hampa hanya ada udara didalamnya .
“ Oya untuk apa kamu datang kemari?” candaanku pada Yesi yang sedang asik bersandar di pundak ku menatap senja dan deburan ombak yang menhantam karang.
“Untuk menikmati senja dibualanku, sudah lama sekali aku tak melihat senja karena aku terlalu sibuk dengan duniaku” jabwanya dengan terus menatap senja di atas deburan ombak.
“Hanya itu?” Tanyaku kembali
“ Ya menikmati senja bersamamu, aku rindu itu. Sungguh romantis bukan ?“ ungkapnya meyakinkanku
Memang sangat romantis dua orang sahabat duduk bersama lalu bercita tentang duka dan bahagia. Moment seperti ini yang sebenarnya ku tunggu-tunggu.
“Dibulan juni  ini hadiah apa yang kau pinta dari ku?” Yesi mengajukan pertanyaan
Aku terdiam menatapnya lalu dia mengenggam tanganku begitui erat.
“Aku tak ingin hadiah mewah darimu, aku hanya ingin mlihatmu bersujud diatas sajadah dan aku tak ingin melihat rambutmu terurai sehingga semua orang dapat melihatnya”
“ Baiklah akan ku penuhi keinginannmu” katanya dengan tersenyum penuh keikhlasan.
“lalu apa permintaanmu padaku” aku balik bertanya
“aku hanya ingin sholat berjamaah denganmu. Kau masih ingat itu? Dulu kita selalu sholat bersama dan aku ingin hari ini kau menjadi imam dalam sholatku untuk hari ini saja sebelum aku kembali ke tempat yang sebenarnya akan ku singgahi.
“Mengapa untuk hari saja?” tanyaku penasaran
Yesi kembali memalingkan wajahnya dan tersenyum tanpa menjawab pertanyaanku.
“Lalu maukan kamu menjadi imam sholat ku hanya untuk hari ini saja?” tanyaku kembali padanya
“Tidak Jihan, aku tidak siap” ungkapnya tanpa menatap ku.
Do’a memang penguat segala permaslahan, tanpa do’a semua hampa. Allah tidak pernah tidur dan Allah tidak pernah lengah.

                                                                                  ***

Saat suasana sedang hening setelah kepulangan Yesi. Tiba –tiba aku mendapat telepon dari salah satu rumah sakit yang menyatakan bahwa pasien yang bernama Yesi Hamdani aulia memgalami kecelakaan. Bis yang di timpanginya musuk kedalam jurang.
Sungguh tak percaya dua jam lalu Yesi masih disini bersama ku. Dia memeluk ku sehabis sholat berjaamah dan pamit pulang.
Disepanjang perjalanan menuju rumah sakit tak henti-hentinya aku menangis. Terasa sesak dada ini. Setelah sampai suster mengantarku keruangan dimana Yesi terkujur kaku. Ku hampiri dia perlahan tubuh dan wajahnya sudah tertutup kain putih,  Dengan histeris aku membukanya. Aku pikir dokter dan suster salah membawaku kekamar jenazah. Aku yakin Yesi masih hidup. Sekuat tenaga aku memprotesnya bahwa ini bukan Yesi. Namun dokter tetap mengatakan bahwa ini adalah Yesi lalu ku pandangi baik-baik wajahnya yang penuh dengan luka dan ku santuh tangan yang berlumuran darah, kurasakan sentuhannya ia memakai pakian serba putih. Ya akhirnya kuakui ini benar Yesi innalillahi wainnailaihiroji’un aku sangat terpukul. Kepergiannya tepat dibulan juni dan dibulan junilah aku terakhir melihatnya.
Selamat tinggal
Senjaku mulai meredup
Jinggaku terbawa rintik hujan
Yang mengalir membasahi bunga-bunga
Semesta .
Jinggaku memudar tersapu angin yang
Berhembus hingga menusuk pada celah-celah
Kerinduanku.
Ia menyapaku pada setiap hembusannya hanya untuk
Mengatakan pada semesta :
Selamat tinggal senja , selamat tinggal jingga..


Selasa, 02 September 2014

Senjaku senja di bulan juni


Senjaku mulai meredup
Jinggaku terbawa rintik hujan
Yang mengalir membasahi bunga-bunga
Semesta .
Jinggaku memudar tersapu angin yang
Berhembus hingga menusuk pada celah-celah
Kerinduanku.
Ia menyapaku pada setiap hembusannya hanya untuk
Mengatakan pada semesta :
Selamat tinggal senja , selamat tinggal jingga..


by ziza khalid

Jinggaku


Apa perbedaanmu dengan jingga? Samar-samar  seperti berkilau
Sepertinya jingga tak pernah dusta pada senja ia selalu setia
Senja tersenyum jinggapun tersenyum.
Aku tak ingin melihat senja menagis , jinggapun sama .
Tapi aku tak pernah melihat senja menangis.
Karena jingga tak pernah membiarkan senja menangis.


Senjaku senjadi bulan juni
by : ziza khalid

Tirai Jingga


Hujan dibalik tirai jendela berwarna jingga, seperti sedang bernyanyi. Ku rasa tidak, hujan dibalik tirai jendelai berwarna jingga itu sedang menari kesana kemari untuk mendatangkan pelangi. 


Senjaku senja di bulan juni
By : ziza khalid